Peristiwa Rengasdengklok merupakan aksi yang dilakukan oleh golongan muda pimpinan Chairul Saleh dengan menculik Soekarno dan Hatta sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan. Penculikan tersebut dimaksudkan untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang.
1. Jepang Menyerah Tanpa Syarat Kepada Pihak Sekutu
Pada akhir
tahun 1943, kedudukan Jepang dalam perang Asia Pasifik mulai terdesak. Beberapa
kali tentara Jepang harus kalah dari tentara Sekutu. Hingga akhirnya, tentara
Amerika Serikat berhasil melakukan pengeboman dua kota di Jepang yakni di
Hiroshima (pada 6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945) yang terletak di
Jepang.
Akibat dari
peristiwa pengeboman tersebut, kondisi politik dan ekonomi di Jepang tentu saja
melumpuh seketika. Hal tersebut akhirnya memaksa pihak Jepang menyerah tanpa
syarat kepada pihak Sekutu pada 14 Agustus 1945.
Dengan adanya
Jepang menyerah tanpa syarat tersebut juga berpengaruh pada bangsa Indonesia
berupa kekosongan kekuasaan (Indonesia sebelumnya dikuasai oleh pihak Jepang).
2. Pendapat Golongan Tua VS
Pendapat Golongan Muda
Berita
mengenai kekalahan Jepang terhadap pihak Sekutu tersebut akhirnya sampai ke
telinga kalangan pemuda bangsa Indonesia di kota Bandung. Mereka mendengar
berita kekalahan tersebut melalui siaran radio BBC (British Broadcasting
Corporation).
Para pemuda
bangsa Indonesia atau biasa kerap disebut sebagai golongan muda terdiri atas
Wikana, Sukarni, Sayuti Melik, Yusuf Kunto, Iwa Kusuma, Chaerul Saleh, dan
Singgih.
Setelah
mendengar berita tersebut, mereka langsung menemui Bung Karno dan Bung Hatta di
Jalan Pegangsaan Timur No.56. Di sana, para golongan muda menunjuk Sutan
Syahrir sebagai perwakilan golongan muda dengan meminta supaya Bung Karno dan
Bung Hatta segera melakukan proklamasi kemerdekaan.
Namun, Bung
Karno tidak menyetujui ide tersebut. Beliau berpikir bahwa proklamasi Indonesia
perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia).
Para golongan
muda yang tengah terbakar gelora kepahlawanan akhirnya berdiskusi dengan
beberapa anggotanya. Diskusi tersebut menghasilkan keputusan berupa perlu
dilakukannya pengasingan terhadap Bung Karno dan Bung Hatta ke luar kota supaya
mereka terhindar dari segala pengaruh pihak Jepang.
Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30 dini hari, para golongan muda bersama salah satu anggota PETA berhasil menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke wilayah Rengasdengklok. Tidak hanya dua tokoh besar tersebut, tetapi golongan muda juga membawa istri Bung Karno, Fatmawati dan putranya, Guntur.
Di
Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta dijaga oleh Komandan Kompi PETA yakni
Cudanco Subeno. Di sana, para golongan muda berusaha meyakinkan Bung Karno untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan karena mumpung sedang ada kekosongan
kekuasaan tersebut. Para golongan muda juga telah bersiap atas apapun risikonya
termasuk untuk melawan pihak Jepang.
Sementara itu,
di Jakarta terjadi pula diskusi antara golongan muda dan golong tua. Dalam
golongan tua terdapat beberapa tokoh besar antara lain Ahmad Subardjo dengan
beberapa anggota BPUPKI dan PPKI.
Dalam
perundingan antara golongan muda dan golongan tua tersebut diperolehlah
kesepakatan bahwa proklamasi kemerdekaan akan dan harus dilaksanakan di
Jakarta. Akhirnya setelah proses perundingan antara tokoh-tokoh besar dan hebat
tersebut, Bung Karno dan Bung Hatta bersedia untuk menyatakan kemerdekaan
begitu kembali ke Jakarta.
Maka setelah
perundingan memperoleh hasil yang diinginkan, Yusuf Kunto dari golongan muda
mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Kemudian, mereka bersama-sama
menjemput Bung Karno dan Bung Hatta untuk kembali ke Jakarta. Ahmad Soebardjo
bahkan telah memberikan jaminan bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia
akan diumumkan pada keesokan harinya yakni pada 17 Agustus 1945.
3. Penyusunan Teks Proklamasi
Setelah
peristiwa Rengasdengklok tersebut terjadi dan Bung Karno bersedia untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, maka pada saat rombongan di
Jakarta, dilakukanlah penyusunan naskah proklamasi. Pada malam hari di tanggal
16 Agustus 1945, penyusunan naskah proklamasi dilakukan. Musyawarah tersebut
dilakukan di rumah Laksamana Maeda, seorang kepala perwakilan Angkatan Laut Jepang,
yang terletak di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta.
Laksamana
Maeda kebetulan dekat dengan para Pemuda Indonesia dan bersahabat dengan Ahmad
Soebardjo. Selain itu, Laksamana Maeda sangat bersimpati dengan perjuangan
bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya.
Pemilihan
rumah Laksamana Maeda merupakan ide yang cukup cemerlang karena rumah tersebut
dijamin akan keamanannya karena Laksamana Maeda memiliki jabatan tinggi
sehingga sangat dihormati oleh para Angkatan Darat Jepang di sekitarnya. Kini,
rumah tersebut telah dijadikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Malam itu
juga, segera dilaksanakanlah musyawarah antara golongan muda dan golongan tua
dalam rangka menyusun naskah proklamasi. Penyusunan naskah proklamasi tersebut
berjalan lancar dengan kalimat pertama dalam naskah tersebut adalah hasil dari
gagasan Bung Karno dan Ahmad Soebardjo dan kalimat terakhir adalah gagasan dari
Bung Hatta.
Setelah konsep
naskah proklamasi tersebut selesai dengan ditulis oleh Bung Karno, segera dibacakan
di hadapan hadirin yang ada. Bung Karno dan Bung Hatta mengusulkan bahwa naskah
tersebut harus ditandatangani oleh segenap hadirin. Namun, Sukarni memberikan
usulan berupa yang menandatangani naskah tersebut sebaiknya adalah Bung Karno
dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia.
Usul dari
Sukarni tersebut disetujui oleh para hadirin kemudian naskah proklamasi
tersebut diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik miliknya.
Maka,
diputuskanlah bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia akan dibacakan di
tempat kediamanan Bung Karno yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur No.56
Jakarta, tepat pukul 10.00 WIB.
4. Pembacaan Teks Proklamasi
Sebelum naskah
proklamasi dibacakan, Bung Karno terlebih dahulu melakukan pidato mengenai
bagaimana perjuangan bangsa Indonesia ini mencapai kemerdekaannya. Setelah itu,
dilakukanlah pengibaran Sang Saka Merah Putih oleh Suhud dan Latief. Kemudian,
acara yang terakhir adalah sambutan Walikota Jakarta yakni Suwirjo dan Dr.
Muwardi.
Komentar
Posting Komentar